Laura Basuki & Leo Sandjaja, Bermula dari Facebook

e

Foto: Dokumen Pribadi untuk Femina

Perjalanan cinta pasangan yang usianya beda jauh ini, memasuki episode baru: pernikahan.

Cinta memang unik, tak bisa ditebak datangnya. Berawal dari keisengan memasang status di facebook, model papan atas yang juga seorang aktris, Laura Basuki (23), berkenalan dengan pengusaha Leo Satrya Sandjaja (34). Keduanya mengaku jatuh hati pada pertemuan pertama. Sejak itu, benih cinta tumbuh dan terus dipupuk, hingga waktu menyatukan mereka dalam sebuah ikrar pernikahan.

JODOH TAK DIUNDANG
Senyum manis Laura dan Leo mengembang ketika bertemu femina di salah satu butik di Jakarta Selatan. Kepada femina, pengantin baru ini ingin membagi sepenggal cerita cinta mereka. Awal perkenalan Laura dengan Leo berupa ketidaksengajaan ketika Laura memasang foto dirinya menggunakan gaun pengantin di laman facebook. “Usai pemotretan gaun pengantin sebuah bridal, saya juga menuliskan status, ‘Siapa, nih, yang mau jadi suami saya?’” ungkapnya. Keisengan Laura ternyata disambut serius oleh sahabatnya, Rinaldy A. Yunardi, yang berjanji akan mengenalkannya kepada temannya, Leo.
Tak menunggu waktu lama, Leo yang telah setuju untuk dikenalkan, segera mengambil langkah awal dengan mengajak Laura kencan pertama. “Saya masih ingat sekali pertemuan pertama kami. Setelah Laura fashion show, kami makan dan ngobrol di sebuah restoran Jepang di salah satu mal di Jakarta Selatan,” kenang Leo, tersenyum.
Dari situ, Laura merasa ‘nyambung’ saat ngobrol dengan Leo. Diam-diam Laura menyimpan rasa suka pada Leo karena pembawaannya yang santun dan tenang. Leo pun merasakan hal yang sama, dia mengagumi kecantikan dan wawasan luas yang dimiliki Laura. Pulang dari pertemuan itu, keduanya intens berkirim pesan melalui blackberry messenger atau saling menelepon. “Sejak itu, dia tak pernah absen sehari pun bertemu saya. Entah menjemput saya di lokasi syuting atau sekadar makan siang bareng,” ungkap Laura, dengan mata berbinar.
Dalam perjalanan, Leo mengakui, ia sempat ragu melangkah bersama karena profesi artis dan model yang disandang Laura. Selama ini dia menilai artis identik dengan gaya hidup glamor dan kawin cerai. “Namun, setelah mengenalnya lebih lama, keluarganya, dan pola pikirnya, saya justru makin yakin saya mencintainya,” kata Leo.
Satu bulan menjalani proses pendekatan, sekitar Mei 2009, Leo sudah memberanikan diri ‘melamar’ Laura menjadi kekasihnya. Pulang dari jalan-jalan ke pembudidayaan kulit buaya di Banten, mereka mampir di salah satu restoran Jepang di Jakarta, dan di situlah Leo menyatakan cintanya. “Saya, sih, sudah suka dari awal bertemu, jadi langsung diterima saja,” ungkap Laura, tanpa basa- basi.
Masa pacaran yang indah pun mereka arungi. Di bulan ketiga, Leo sudah merasakan Laura adalah wanita yang tepat untuk mendampingi hidupnya. “Saya yakin she is the one, dia dewasa, selalu memotivasi saya untuk lebih baik. Ia bisa memperbaiki kesalahan saya tanpa menggurui. Saya pun membayangkan growing old dengannya,” jelas Leo. Ajakan menikah Leo disambut baik oleh Laura. Sejak pertama bertemu Leo, ia pun yakin Leo adalah pria pilihannya.

a

Foto: Dok.pribadi untuk Femina

TERPAUT USIA 11 TAHUN
Kendala muncul ketika Laura menyatakan keinginannya menikah dengan Leo kepada orang tuanya. Saat itu, Laura masih berusia 21 tahun, dan belum selesai kuliah. Perbedaan usia mereka yang 11 tahun, dan Leo termasuk orang yang baru dikenal Laura, juga membuat orang tuanya sangsi.”Orang tua khawatir karier saya akan terhenti setelah menikah, padahal usia saya masih muda,” jelas wanita keturunan Semarang-Vietnam ini. Kemudian ia menjelaskan kepada orang tuanya bahwa ia tidak takut kehilangan kariernya setelah menikah.
Berbekal keyakinan, Laura mengenalkan Leo kepada orang tuanya, sekaligus untuk membiarkan orang tuanya menilai pribadi Leo. Ternyata, hanya dalam waktu singkat, Leo bisa mengambil hati kedua orang tua Laura. “Saya coba menjadi diri sendiri, jujur, dan bermaksud baik untuk membahagiakan putri mereka,” jelas Leo, mengemukakan kiatnya.
Meski restu dari orang tua telah di tangan, baru satu tahun kemudian mereka bertunangan. “Waktu itu, kami sedang makan. Dia menyuruh saya untuk mengecek saku jaket saya. Ternyata, ada cincin mungil yang ia taruh diam-diam. Bahagia rasanya,” ujar peraih gelar Pemeran Wanita Terbaik Festival Film Indonesia 2009, ini.
Kisah percintaan keduanya terbilang mulus. Dua tahun merajut kasih, tak pernah sekali pun keduanya pernah mengucapkan kata putus, meski tetap ada kerikil kecil dalam hubungan mereka. Seperti di awal pacaran, Leo mengaku sering cemburu melihat Laura beradegan pelukan saat syuting. “Biasanya, kalau cemburu, dia diam seharian. Lucu melihatnya gelisah mengecek isi handphone saya,” ungkap wanita penyuka es krim ini. Karena itulah, Laura membawa Leo ke lingkungan teman-temannya. Lama-kelamaan Leo percaya bahwa kekasihnya melakukan adegan tersebut demi tuntutan profesionalisme semata, sehingga ia mencoba lebih fleksibel.
Tak hanya Leo, Laura pun mengaku pernah cemburu saat Leo begitu ramah kepada pelanggan restorannya. Sebagai pebisnis restoran, Leo kerap berjumpa dengan banyak pelanggan wanita cantik. Untuk itu, Laura sering minta diajak, bila ada acara di restorannya, “Agar bisa memantau,” Laura beralasan.
Selama pacaran, perbedaan usia yang lumayan jauh tidak pernah menjadi hambatan. Leo melihat, Laura pribadi istimewa. “Dia dewasa. Bicara dengannya saya tak merasa dia lebih muda 11 tahun dari saya. Kami menjadi diri kami masing-masing,” kata Leo. Laura pun mengakui Leo bisa mengimbangi dirinya yang masih muda. Bahkan, Leo sangat humoris dan mengerti dirinya. Meski begitu, Laura sempat minder ketika diajak ke lingkungan pertemanan Leo, yang menurutnya sudah berumur. “Padahal, kalau dengan Leo, kami seperti seumuran, tapi dengan mereka seperi ada jarak,” ungkapnya.

dPERNIKAHAN TAMAN BUNGA
Bagi Leo dan Laura, rentang waktu dua tahun sudah cukup untuk mengenal satu sama lain. Dan, tibalah saat yang dinanti, tanggal 25 Juni 2011, keduanya mengikrarkan janji sehidup semati di depan altar Gereja Reformed Injili, Kemayoran, Jakarta Pusat. Mereka berharap, pernikahan ini sekali seumur hidup. “Saya siap menjalani komitmen ini,” ujar Laura bersemangat.
Malamnya, mereka menggelar pesta mewah di sebuah hotel berbintang dengan konsep pernikahan ditata menyerupai taman bunga. “Temanya, midsummer night dream dengan banyak bunga lavender, karena saya suka hal-hal yang berbau fairy, sedangkan Leo suka yang maskulin. Tema itu menggabungkan keinginan kami berdua,” jelas Laura, sambil menatap mesra suaminya.
Benar-benar seperti dongeng. Laura mengatakan, kehidupan pernikahannya persis seperti bayangannya selama pacaran. Menurutnya, perhatian Leo tak berubah sedikit pun usai menikah. “Dia memperlakukan saya seperti berlian,” ujar Laura, senang.
Laura mengaku beruntung bersama Leo yang kerja kantoran dengan jam kerja yang pasti, sehingga malam hari mereka selalu bisa bertemu di rumah. Terlebih, Leo ternyata suami yang pengertian. Saat Laura keletihan syuting, ia selalu membereskan barang bawaan milik Laura. “Men-charge BB saya, memijat, bahkan mencuci piring. Itu sangat romantis,” puji Laura. Sedangkan Leo, sangat menyukai sisi romantis Laura dengan selalu mengantarkannya sampai depan rumah bila ia bekerja, dan membawakan bekal untuk makan siang.
Hal lain yang membuat Laura senang, Leo tidak ngorok saat tidur, sesuai harapannya. Namun, ia sempat kaget mendapati Leo suka tidur dengan mengenakan kaus lusuh dan berlubang. Ia yang sudah mengenakan baju tidur cantik bersanding dengan pakaian tidur Leo yang ‘apa adanya’. “Saya menyuruhnya ganti, tapi dia keukeuh tidak mau. Katanya, kaus-kaus berlubang itu paling nyaman untuk tidur,” katanya, sambil tertawa.
Pasangan yang baru saja berbulan madu ke Amerika ini tetap menggunakan kata ‘Yang’ sebagai panggilan sayang satu sama lain. Namun, ketika bertengkar, kata ‘Yang’ pun berubah jadi memanggil nama saja. “Tapi, pertengkaran kami paling bertahan hanya satu hari. Saat berbaikan, kami saling menautkan kelingking. Kalau sudah begitu, artinya sudah kangen berat. Maklum, kalau bertengkar, kami jadi saling memunggungi,” jelas Laura, sambil tertawa.
Pernikahan tak membuat Leo membatasi pekerjaan Laura sebagai model maupun aktris. Meski memberikan kebebasan, sesuai perjanjian pranikah mereka, Laura kini tidak boleh diantar pulang oleh teman laki-laki. Selarut apa pun, dia harus pulang sendiri atau minta dijemput Leo. Ketika kelak mereka memiliki anak, Laura hanya diminta cuti dulu dari pekerjaannya selama satu tahun, agar konsentrasi merawat anak.
Ke depan, Laura dan Leo berencana ingin membentuk keluarga yang harmonis, dengan satu atau dua anak saja. “Saya ingin keluarga kecil yang solid, takut pada Tuhan, dan baik,” jelas Leo, mantap. Laura lantas menambahkan bahwa mereka sempat ingin menunda kehamilan setahun dua tahun. Namun, karena banyak orang bilang, kalau ditunda akan sulit hamil, maka sekarang mereka berserah saja kepada Tuhan. “Kami sepakat maksimal dua anak saja, agar lebih fokus mendidiknya,” kata Laura, tersenyum bahagia.
Daria R. Gumulya, Artikel ini pernah dimuat di Femina edisi 36 tahun 2011
Foto: Dok. Pribadi

Abimana Aryasatya ‘Terdampar’ di Dunia Akting

abimana

Foto: Feminagroup

Ia pernah terkenal dengan nama Robertino. Setelah sempat vakum, kembali menjadi bintang dengan nama yang berbeda. Mengapa?

Akting, musik, dan keluarga menjadi bagian dari drama tiga babak dalam kehidupan yang dilakoni oleh Abimana Aryasatya (30). Taburan ‘bumbu’ pahit manisnya kehidupan berhasil menjinakkan jiwa pemberontaknya, dan mengubahnya menjadi pria dewasa, pengayom keluarga. Ia pun mengisahkan perjalanan transformasinya.

HANYA TAMPAK PUNGGUNG
Perjalanannya di dunia sinema berawal pada tahun 1995. Pria yang sempat menjajal peruntungan sebagai model ini mengenal industri perfilman dari seorang temannya. Saat itu ia diajak untuk menjadi kru yang mengurusi wardrobe (kostum) untuk salah satu sinetron. Di sinilah sang nasib mulai ikut campur tangan. Karena pemeran utama sinetron, Ryan Hidayat, meninggal dunia, ia diminta menjadi stand-in.

“Postur kami mirip, dan sama-sama berambut gondrong. Waktu itu saya hanya disyuting dari belakang saja,” ujarnya, tertawa. Sejak itulah, Abi mulai ditawari menjadi figuran di beberapa sinetron, salah satunya yang terkenal adalah sinetron remaja Lupus Milenia.
Setelah sempat vakum di layar kaca, tiba-tiba Abimana mencuri perhatian publik dalam perannya sebagai Andi dalam film Catatan si Boy (2011), debut film pertamanya. Tak hanya itu, ia juga mengejutkan publik dengan mengganti namanya dari Robertino menjadi Abimana Aryasatya.

“Dengan mengubah nama, saya ingin menjadi orang yang baru dan terlepas dari bayang-bayang ayah saya dan masa lalu saya,” ujar pria yang tak mengenal ayahnya sejak kecil ini. Dalam bahasa Kawi, nama barunya ini memiliki arti ’orang yang memberi kebanggaan bagi orang lain’. “Nama baru membawa harapan dan doa-doa baru. Doa dari istri dan anak-anak saya, yang merupakan orang-orang yang saya cintai dalam hidup saya,” ungkap pria berdarah Spanyol-Tionghoa ini.
Nyatanya, nama baru hasil rembukan bersama istrinya, Nidya Ayu (30), ini tidak hanya membuat Abi lebih percaya diri, tapi juga membawa hoki! Sejak kemunculannya dengan nama baru di film Catatan si Boy, dewi fortuna terus mengitari Abi. Tahun 2012 ini, ia berturut-turut dipercaya sebagai aktor utama di beberapa judul film dalam waktu hampir bersamaan. Sebut saja Republik Twitter, Dilema, Keumala, dan yang akan tayang dalam waktu dekat, Belenggu.
Meski tawaran akting mulai berdatangan, Abi ternyata cukup selektif dalam memilih peran. “Jika ada adegan yang tidak sesuai nilai-nilai agama, seperti adegan ranjang, tidak akan saya ambil,” ujar pria yang selalu melibatkan istrinya dalam mempertimbangkan tawaran peran ini.

Di sebagian besar filmnya, Abi sering ketiban peran pria easy going yang cuek dan jail. Padahal, dalam kehidupan nyata, Abi mengaku jauh dari karakter itu. “Saya tipe orang serius dalam menjalani kehidupan, dan cenderung tertutup. Saya tidak mudah akrab ketika bertemu orang baru,” akunya.
Abi percaya, lulus tidaknya kemampuan aktingnya ditentukan oleh kritikan atau pujian penonton akan filmnya. Meski ia telah dipercaya membintangi peran utama di beberapa film, pria penyuka karedok ini mengaku tidak memiliki target apa pun dalam dunia akting.

abimana1

Foto: Dokumentasi Feminagroup

“Saya tidak pernah menginginkan penghargaan apa pun. Apabila mendapatkan, itu bonus, jika tidak, tak jadi masalah,” ujar pengagum aktor Daniel Day Lewis ini. Abi menegaskan, dirinya tipe manusia yang tidak memiliki patokan untuk menjadi seseorang. “Saya manusia yang rolls like rolling stone. Saya hanya mencoba melakukan yang terbaik dengan waktu yang saya punya,” ungkapnya.
MENGGELANDANG DEMI MUSIK
“Saya sebenarnya bukan manusia di depan layar. Saya tidak nyaman di-make up, tersorot lampu, dan memakai kostum yang tidak sesuai kepribadian saya,” jelasnya. Kepada femina, ia jujur menganggap akting hanyalah pekerjaan semata, tempatnya mencari penghasilan. “Kalau ada pekerjaan lain yang bisa memberikan penghasilan sama dengan akting, akan saya lakukan,” ungkap pria yang belum tertarik terjun ke dunia sinetron ini.
Mengawali karier di dunia model dan besar di dunia sinema, ternyata pada dunia musiklah hatinya tertambat. “Bermusik adalah dunia saya, jiwa saya,” kata pria yang mengaku Slankers ini. Abi bercerita, perkenalannya dengan musik ketika ia kecil. Ibunya sering memutar lagu-lagu band Led Zeppelin di rumah. “Saya bermimpi suatu saat memiliki band sebesar itu.”
Begitu cintanya pada dunia musik, ketika SMP, Abi memilih meninggalkan bangku sekolah untuk fokus mengejar mimpinya itu. Ia keluar dari rumah, hidup mengembara dari satu tempat ke tempat lain, bekerja di bengkel, menjadi penjaga toko, berjualan kaus. Ia ingin membuktikan keseriusannya menekuni musik. Sampai pada suatu waktu ia menyadari merilis album tidaklah mudah.

“Saya sempat stres, membakar CD dan gitar karena kecewa dengan pilihan saya bermusik,” tuturnya. Namun, tak berapa lama kemudian, kerinduan untuk kembali bermusik mengusiknya. Bersama band-nya, Drona, ia merilis sebuah single berjudul Gadis dalam Mimpi. Lagu ini bahkan menjadi salah satu soundtrack Republik Twitter dan masuk chart di Radio Geronimo FM, Yogyakarta.

Abi berjanji pada diri sendiri untuk mulai menata hidupnya, dan membesarkan band-nya, sehingga musiknya bisa diterima banyak orang. “Tantangannya tidak mudah. Agar band tetap solid, kami harus meleburkan ego masing-masing untuk satu tujuan yang sama,” ungkap vokalis Drona ini.

HIDUP ADALAH KOMITMEN
Menikah dan berkeluarga menjadi titik balik hidup Abi. Ia dan istrinya menikah saat usia mereka relatif muda, 19 tahun. Ia bercerita, perjumpaan pertama dengan istrinya terjadi di Solo. Setelah melakukan pendekatan hanya 4 bulan, akhirnya ia melamar istrinya. “Cerita kami tidak seromantis drama di film.” Ia dan istrinya berkomitmen untuk membangun keluarga, membesarkan anak-anak sampai mereka tutup usia.

Bagi Abi, hidup itu adalah petualangan dan pilihan. “Memutuskan untuk menikah tak perlu pertimbangan lama. Saya sudah lama tidak tinggal dengan keluarga, saya sangat kesepian dan ingin memiliki anak-anak dan keluarga yang lengkap,” ungkap ayah dari Belva Ugraha (8), Satine Zaneta (7), Bima Bijak (3), dan Arsanadi Arka (6 bulan) ini. Ketika istrinya hamil anak pertama, ada perubahan pada diri Abi. Ia tak lagi sering keluar malam dan minum alkohol. “Saya berhenti melakukan kenakalan saya, namun belum bisa berhenti merokok,” ungkapnya.
Masa-masa awal menjadi ayah merupakan masa indah baginya. Hidupnya tak lagi sepi. Perasaan kosong di hatinya selama ini menjadi terisi karena kehadiran anak-anaknya. “Saya ingin balas dendam pada masa lalu saya dengan menunjukkan bahwa saya memiliki keluarga yang bahagia. Membesarkan anak-anak dengan cara terbaik yang saya mampu,” ungkapnya.

Sebagai orang tua, Abi memiliki idealisme dalam mendidik anak-anaknya. Ia tidak ingin memaksakan anak-anaknya menjadi apa kelak. “Saya mau mereka melakukan apa pun yang mereka inginkan. Mereka harus bersenang-senang dalam hidup.” Meski membebaskan pilihan anak-anaknya, ia tetap memberikan batasan bagi mereka untuk tidak melanggar norma agama. “Saya mau anak-anak menikmati masa kecilnya, tak mau membebani mereka dengan kewajiban harus belajar sekian jam setiap hari,” ujar pria pengagum keindahan Karimun Jawa ini.
Di waktu luangnya, ketika tidak syuting atau latihan musik, Abi betah berlama-lama di rumah. “Bercanda bersama anak-anak di kamar, itu hal paling membahagiakan dalam hidup saya.” Di lain waktu, ia akan mengajak keluarganya ‘piknik’ sederhana di Ragunan. “Kami membawa makanan, duduk di atas tikar, mengobrol, sambil memandangi pohon-pohon,” ungkap Abi, yang tak suka ke mal.
Pria berambut panjang ini mengaku banyak mendapat pelajaran hidup dari falsafah Jawa. “Saya tidak ingat ungkapannya dalam bahasa Jawa. Tetapi, inti dari falsafah itu mengajarkan saya untuk selalu berpegang pada komitmen, kerja keras, dan kejujuran, dalam menjalani hidup,” ungkap penggemar tokoh wayang Bima ini, menutup pembicaraan.
*) Artikel ini pernah terbit di majalah Femina edisi 16 tahun 2012
Daria Rani Gumulya
Foto: Irvan Arryawan, Dok. Belenggu.
Pengarah Gaya: Aulia Fitrisari

Anis Hidayah, ‘Ibu’ Buruh Migran Wanita

Ancaman dan teror tak menyurutkan semangatnya dalam membela hak buruh wanita.

Anis Hidayah (37) tak pernah lelah mendampingi para buruh migran yang teraniaya di luar negeri untuk menuntut keadilan. Tahun lalu, bersama teman-temannya, Direktur Eksekutif Migrant Care ini berhasil mendesak pemerintah meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Hak Buruh Migran. Ia menyebut, apa yang ia lakukan bukanlah sebuah pekerjaan, namun napas hidupnya.

Foto: Dokumentasi Femina

Berawal dari Keprihatinan

Berada di lingkungan buruh migran sepertinya telah menjadi takdir bagi Anis. Anis kecil lahir dan besar di sebuah kampung di Bojonegoro, Jawa Timur. Ia menjadi saksi mata perjuangan sebagian besar wanita di kampungnya yang berupaya lepas dari kemiskinan dengan bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja wanita (TKW).
Isu buruh ternyata tak sebatas ketidakmampuan mereka lepas dari belitan kemiskinan. Ada banyak kasus memilukan lainnya, seperti penganiayaan dan pemerkosaan yang mengusik sanubarinya saat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jember. Anis yang awalnya aktif di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kemudian mengenal organisasi Solidaritas Perempuan yang khusus menangani isu buruh migran wanita. Ia pun banyak belajar tentang advokasi buruh migran saat menceburkan diri di organisasi itu.

“Saya tertarik dengan isu yang dihadapi para buruh wanita di luar negeri. Bagi saya, itulah realitas mengerikan yang sangat dekat dengan kehidupan saya,” ujar Anis, yang skripsinya mengulas seputar permasalahan TKW. Anis sangat serius mendalami kasus-kasus hukum yang menimpa para pahlawan devisa ini. Keseriusannya ia buktikan dengan melanjutkan kuliah master di bidang Hukum Internasional di Universitas Gadjah Mada tahun 2001.

Dalam perjalanannya membuat tesis, Anis mengadakan penelitian tentang buruh migran. Penelitian yang berlangsung setahun tersebut membuatnya seperti orang gila dan makin tenggelam dalam kasus-kasus TKW yang ia analisis. “Ini persoalan nyawa, namun mengapa pemerintah terkesan tak acuh dan tak ada upaya signifikan untuk segera menanganinya. Padahal, negara yang mempunyai otoritas,” keluh wanita yang harus menunda mimpinya meraih gelar master karena kesibukannya membela nasib wanita ini. Didorong keprihatinannya akan nasib para buruh yang terlunta, Anis pun mengajak 4 rekannya sesama aktivis untuk membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care, tahun 2004 silam.

“Walaupun sudah banyak LSM sejenis, Migrant Care ada untuk memperkuat organisasi masyarakat sipil yang sudah ada. Mengapa saya putuskan fokusnya ke buruh migran perempuan? Karena wajah buruh migran Indonesia itu memang perempuan,” kata Anis. Ia merasa, isu buruh di tahun itu situasinya cukup darurat, terutama kasus ekstrem yang menimpa mereka, seperti pemerkosaan dan penganiayaan. Anis merasa lega, ada beberapa keberhasilan advokasi yang ditangani Migrant Care. Salah satunya kasus Umi Saodah, TKI yang terjebak di Perang Palestina tahun 2010.
“Dengan melakukan segala upaya kami berjuang menghubungi PMI dan Kedutaan Indonesia agar bisa memulangkan Umi,” ceritanya. Tangis air mata bahagia orang tua dan Umi Saodah melecut semangat Anis untuk berbuat lebih banyak. “Keberhasilan menegakkan keadilan inilah tujuan Migrant Care. Salah satu indikator keberhasilan kerja kami adalah ketika kebijakan yang kami dorong dilakukan pemerintah,” ujar Anis, yang tahun ini namanya terpilih untuk mengikuti 100 Women Conference BBC di London, Oktober 2013.

Satu kemenangan besar yang menjadi tonggak pencapaian Migrant Care, ketika tahun 2012 lalu pemerintah Indonesia akhirnya meratifikasi konvensi PBB tahun 1990 tentang Hak-Hak Buruh Migran. Kerja keras Anis melakukan kampanye bertahun-tahun, penyebaran ratusan rilis ke media, hingga aksi dan lobi kepada DPR, terbayar sudah. “Ini satu-satunya instrumen internasional yang secara komprehensif melindungi buruh migran. Sempat ditunda selama 13 tahun oleh pemerintah, akhirnya kini terwujud. Ini kemenangan besar karena menjadi fondasi untuk melindungi TKI,” jelas wanita kelahiran 7 November 1976 ini, puas. Namun, ini baru langkah awal, sebab perjuangannya masih jauh dari selesai.

DSC_7514

Foto: Dok. femina

Ibu yang Pemberani
Bekerja sebagai seorang aktivis adalah passion-nya. Beruntung, kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai pendidik mendukungnya penuh. “Mereka menyerahkan pilihan kepada saya. Kepuasan saya adalah ketika bekerja tidak fokus mencari materi saja, namun berguna bagi sesama,” ungkap Anis penuh kelegaan. Dalam perjalanan kariernya mengawal banyak kasus selama satu dekade, ia menilai tiap cerita dan pendampingan buruh menjadi rangkaian sejarah keberadaan Migrant Care.

Dalam tiap perjuangannya, rasa pesimistis dan putus harapan selalu ia tepis jauh-jauh dari benaknya. Menurutnya, apa yang dilakukannya dibanding dengan apa yang dialami para buruh migran itu, belum ada apa-apanya. Anis mencontohkan Nirmala Bonat, TKI asal Nusa Tenggara Timur yang disiksa majikannya selama 3 tahun di Malaysia. “Dalam kondisi hancur lebur, ia masih punya semangat juang,” ungkapnya, penuh haru. Berkat advokasi tim Migrant Care selama 7 tahun, kini majikan Nirmala menerima hukuman 12 tahun penjara.

“Kasus yang berujung pada hukum yang adil itu tidak banyak. Parahnya, sudah ada bukti-bukti penyiksaan, tapi tidak ada upaya apa-apa dari pemerintah. Kalau kasus-kasus itu dianggap lumrah, negara bisa mati rasa. Menangani dengan rasa, itu kuncinya,” ungkapnya. Anis mengutip data di Migrant Care sepanjang tahun 2012, sebanyak 1.249 TKI meninggal. Artinya, 4 orang meninggal tiap hari. Menurutnya, hal ini bisa terjadi karena pemerintah sering kali menoleransi tiap persoalan kekerasan yang muncul. “Padahal, jika dilihat dari perspektif hak asasi manusia, satu nyawa yang hilang harus dituntut pertanggungjawabannya dengan hukum,” jelas penerima Alison Des Forges for Extra Ordinary Activism Award, Human Rights Watch, New York, 2011, penghargaan untuk pejuang HAM yang pemberani, ini.

Kiprah Anis yang terlalu vokal membela TKI kerap mendapat ancaman dari pihak yang ingin membuatnya bungkam. Tak jarang, ketika menangani sebuah kasus, Anis mengaku dibanjiri teror ancaman 10-20 SMS per hari. “Nomor telepon yang masuk kebanyakan datang dari Malaysia dan Arab Saudi. Tak hanya menerima ancaman dan makian, saya dituduh sebagai mucikari,” ungkapnya. Jika awalnya ia mengaku shock menerima SMS teror tersebut, lambat laun ia dapat beradaptasi dan kebal dengan ancaman. Namun, perlu waktu bagi Anis untuk menenangkan hati suaminya, Teguh Prawiro, yang justru khawatir akan keselamatannya. Untungnya, suaminya mau mengerti pada pekerjaannya, termasuk waktu yang sangat sedikit untuk keluarga.

“Waktu bersama keluarga saya akui sangat terbatas, namun bukan berarti saya tidak memprioritaskan keluarga,” ungkap ibu dua anak ini. Saat anak pertamanya, Diya Orienta (8), libur sekolah, Anis sering mengajaknya ke kantor untuk memperkenalkan pekerjaannya. Di waktu luang, Anis bersama keluarga kerap melakukan kegiatan bersepeda di area car free day. Bagi Anis, membela hak asasi para TKI bukan sekadar pekerjaan, tapi sudah menjadi napas hidupnya. “Pekerjaan ada batasan jam kerja, tapi apa yang saya lakukan tidak mengenal batasan jam kerja Ini hidup saya,” ungkapnya, menutup pembicaraan. Daria Rani Gumulya Foto: Gito Novianto
Artikel ini dimuat di Femina, edisi Januari 2014

Ayu Gani Menuju Top Model Asia

Pemenang Wajah Favorit Wajah Femina 2011 ini memantapkan karier untuk go international

ayu gani

Foto: Dokumentasi Femina

Kabar terbaru Anda menjadi salah satu model Indonesia yang lolos Asia’s Next Top Model 3?
Benar, saat ini acaranya sedang tayang di jaringan televisi kabel. Saya mendaftar kompetisi ini via online, jujur ini semua karena dorongan dari mama. Setelah dua kali proses interview dan menjawab pertanyaan psikologi via online, saya dinyatakan lolos. Selain saya, ada Tahlia Raji dan Rani Ramadhany yang juga mewakili Indonesia.

Apa yang Anda pelajari dari kompetisi itu?
Salah satu juri, Joey Mead King mengatakan model itu seperti blank canvas, apa pun pakaian yang dikenakan, bagaimana pun karkater make up-nya, siapa pun desainer dan fashion stylist-nya, seorang model harus bisa membawakan baju itu menjadi terlihat indah saat difoto. Beruntung, saya sudah kenyang belajar photoshoot saat ikut kompetisi Wajah Femina.

Apa tantangan terbesar dari kompetisi tersebut?
Selama masa karantina yang berlangsung hampir tiga bulan, alat komunikasi dan gadget diambil oleh panitia. Komunikasi dengan dunia luar terputus. Jadi, mau tidak mau saya hanya bisa ngobrol dengan sesama kontestan. Untuk mengusir bosan, saya kemudian memasak dan ternyata masakan saya digemari para kontestan lain.

Setelah syuting AsNTM selesai, saat ini Anda sibuk apa?
Saya sedang semangat memulai bisnis overnight oats dengan brand Dietory, yang saya jual melalui instagram. Idenya berawal ketika saya sering kesulitan mencari sarapan, apalagi saat gladi resik fashion show, pukul 5 pagi harus stand by di lokasi. Kalau hanya makan buah, dua jam kemudian lapar. Setelah browsing di internet, saya mencoba resep overnight oats. Ternyata, ketika saya bawa ke backstage, teman-teman model menyukainya dan pesanan berdatangan begitu saja. Dari situlah saya berpikir untuk memulai bisnis sarapan sehat ini.

gani

Foto Gani by @dariagumulya

Cita-cita apa yang ingin masih ingin diwujudkan?
Saat ini saya masih kuliah jurusan fashion business di LaSalle College Indonesia. Saya banyak belajar bagaimana membuat pakaian dan mengembangkan brand pakaian, termasuk metode marketingnya. Inginnya setelah lulus kuliah, saya bisa mendirikan clothing line yang sesuai dengan gaya saya.

Favorit Gani

1. Pensil alis. Tak pernah ketinggalan di dalam tas.
2. Saya senang memasak grilled salmon untuk keluarga.
3. Liburan favorit selalu di pantai. Pantai Terbaik hingga saat ini Gili Trawangan, Lombok.
4. Mengoleksi benda-benda berbentuk gajah. Mulai dari gelang, liontin, boneka, hingga gantungan kunci.
5. Jatuh hati pada dress warna monokrom karya Albert Yanuar.

Artikel ini pernah dimuat di Femina F17, April 2015

Krisdayanti Mendekap Bahagia

Baginya, segala sesuatu akan indah pada waktunya. Termasuk, kesempatan keduanya dalam cinta dan karier.

Hidup seperti roda yang berputar. Krisdayanti (38) atau KD pernah mengecap manisnya hidup sebagai diva yang disanjung penggemar. Namun, perceraian juga sempat mengempaskannya ke dasar popularitas yang nyaris meredupkan pamornya. Kini, ia mampu menata hidupnya dan siap kembali ke dunia hiburan. Kepada femina, KD bercerita tentang alur hidupnya yang penuh pelajaran berharga.

KD1

Foto oleh Peter F. Momor untuk Femina

Menghadang Badai
Belakangan ini KD seolah menghilang dari hiruk pikuk hiburan tanah air. Memang, pelantun tembang Makin Aku Cinta ini tengah menikmati kesibukannya mengasuh dua malaikat kecilnya, Ariannha Amora Lemos (2) dan Kellen Alexander Lemos (9 bulan), buah cintanya dengan Raul Lemos.
Banyak yang menghubungkan absennya dari panggung hiburan ini dengan badai yang menimpa rumah tangganya. “Empat tahun ini saya melewati proses perjuangan yang panjang, kehilangan, keikhlasan, pencapaian, dan bisa tampil kembali di publik tentu tidak mudah. Sepertinya, waktu ini sudah cukup menjadi pembelajaran yang sangat berarti setelah perceraian saya,” ujar KD, membuka pembicaraan.
KD mengungkapkan, kandasnya rumah tangganya dengan Anang Hermansyah (44) sudah membuka jalan takdir yang berbeda, yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. “Saya percaya Tuhan memberikan hidayah buat saya. Tuhan memberi ganti berkah anak-anak, Amora dan Kellen begitu ajaib,” ujar wanita kelahiran 24 Maret 1975 ini.
Perceraiannya dengan Anang pada tahun 2009 ia sebut menjadi titik balik kehidupannya. Ia merasa kehilangan setengah dari jiwanya, Titania Aurelia Nurhermansyah (15) dan Azriel Akbar Hermansyah (13). Bahkan, ketika ia memberi uang kepada anak-anaknya itu, uang tersebut dikembalikan lagi.
“Walaupun secara fisik saya masih bisa bertemu karena mereka bersama ayahnya, yang saya yakin menjaga mereka dengan baik, secara mental saya kehilangan mereka. Saya pernah melalui malam-malam di mana saya hanya bisa menangis dan menahan rindu pada anak-anak,” jelasnya. Rasa pilu yang dirasakannya ketika kesulitan bertemu dengan Aurel dan Azriel ia curahkan lewat surat untuk kedua belahan jiwanya itu.
Setelah melewati masa pahit itu, ia mencoba fokus menjalani hidup barunya bersama Raul. KD mengaku, dalam tiap doa yang ia panjatkan, ia tak henti mengucapkan syukur tanpa meminta apa pun lagi dari Tuhan. Ia hanya ingin menjadi istri yang ikhlas dan sabar mendampingi suami.
“Orang lain menilai takaran kebahagiaan saya, padahal, saat ini saya tak mau melihat terus ke atas. Saya sudah pernah merasakan puncak popularitas yang begitu hebat. Tuhan mengganti kehilangan saya dengan sesuatu yang luar biasa. Buat saya, ini adalah pelajaran untuk lebih memperhatikan keluarga. Pekerjaan kini menjadi nomor sekian dari kehidupan saya,” ungkap KD, sambil tersenyum.
Bagi KD saat ini, bahagia adalah bisa mendengar tawa Amora dan Kellen tiap pagi. “Alhamdulillah, Tuhan baik kepada saya. Ia memberi saya dua anak laki-laki dan dua anak perempuan,” ucapnya, bangga.
Setelah berhasil menata hidupnya, ia pun berencana segera kembali ke industri musik yang membesarkan namanya. Bulan Oktober nanti, wanita yang melejit lewat ajang Asia Bagus ini akan merilis album barunya, bekerja sama dengan Warner Music. Ini semacam proyek reuni setelah 6 tahun ia tidak membuat album dengan Warner Music.
Menurutnya, tawaran dari Warner Music ini datang di saat yang tepat. “Jujur, saya tidak melakukan usaha sama sekali untuk kembali ke industri musik. Ini buah kesabaran saya dan dukungan tanpa henti dari Raul. Tuhan memberikan ini tepat pada waktunya,” jelas KD.

Melewati Kekacauan
Pertengahan tahun 2009 adalah masa-masa terberat KD menghadapi keretakan rumah tangganya dengan Anang. Pernikahan yang mereka rajut selama 13 tahun harus berakhir di tengah jalan. Proses perceraian yang memakan waktu hampir tiga bulan itu sangat menguras pikirannya. Ia merasa tertekan. Tiap hari, selama 24 jam, rumahnya didatangi wartawan infotainment.
“Mereka bahkan berpura-pura menjadi tukang bakso untuk mencari informasi sekecil apa pun tentang perceraian saya,” ungkapnya, sedih. Ia kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil. Karena, banyak pasangan bercerai dengan kondisi yang lebih parah darinya, tapi tidak ada orang yang mengusik mereka.
“Saya sadar berita apa pun tentang saya menjadi komoditas publik,” ujarnya. Menjalani hari-hari yang sulit itu, dia hanya bisa diam. Baginya, diam lebih bisa memberinya kekuatan daripada banyak pernyataan yang ujung-ujungnya justru melukai hatinya dan keluarganya.
Meski urusan perceraian dengan Anang sudah selesai, hidupnya tak lantas jadi tenang. KD masih dihantui oleh pemberitaan publik atas kedekatannya dengan Raul yang disebut-sebut sebagai orang ketiga penyebab perceraian tersebut.
“Saya dan Raul sampai kucing-kucingan dengan wartawan. Bahkan, usai nonton midnight pukul dua malam, kami masih dibuntuti,” ungkapnya. Keadaan ini diperparah dengan pemberitaan akan status Raul yang belum mengantongi surat cerai dengan istrinya. Paparan media yang berlebihan dinilai menyudutkan mereka.
“Raul sangat terpukul dengan pemberitaan itu. Banyak pekerjaan yang sudah dipercayakan kepadanya, hilang begitu saja. Dia mengalami kejatuhan mental. Teman-teman pun ikut menyalahkan kami. Untuk menenangkannya, saya selalu bilang, ‘Kita bisa mengontrol diri kita untuk tetap diam, tetapi kita tidak bisa mengontrol orang lain untuk tidak menghakimi kita,’” ungkap KD, mengenang ucapannya dulu.
Karena merasa tak tahan dengan keadaan itu, mereka akhirnya berpisah pada April 2010. Raul merasa privasinya terganggu jika ia terus melanjutkan cintanya bersama KD. “Saat sedang menghadapi hujatan banyak orang, saya justru kehilangan soulmate. Saya stres, berat badan saya sampai turun drastis,” ujar KD, menahan tangis.
Imbas dari kasus itu, tak hanya Raul, KD pun kehilangan banyak pekerjaan. Show-nya di Malaysia dibatalkan. Saat itu, KD sempat curhat kepada sahabatnya, Siti Nurhaliza. “Dia bilang, ‘Bila saya di sudut kamu, nih, saya sudah gantung diri’,’” kata KD, menirukan ucapan Siti.
Namun, dengan sekuat daya yang tersisa, KD mencoba terus bersabar. Satu hal yang menguatkannya adalah dukungan keluarga dan sahabat dekatnya. “Mereka selalu membela saya ketika publik mencemooh saya,” jelasnya.
Hanya berselang tiga bulan setelah itu, Raul menyadari bahwa cintanya kepada KD begitu kuat. Bulan Juli 2010, Raul datang dari Timor Leste untuk meminta maaf kepada keluarga KD, sekaligus menunjukkan tanggung jawabnya dengan menjelaskan proses perceraiannya dengan mantan istrinya. “Ia bahkan mencium kaki mama saya dan minta maaf ke Yuni (Yuni Shara, kakak KD),” ungkap KD, dengan mata berbinar.
Baik KD maupun keluarganya luluh oleh kesungguhan Raul. Kekuatan cinta akhirnya mempertemukan Raul dan KD kembali. Kasih sayang yang diberikan Raul kepadanya membuatnya memiliki keberanian besar untuk kembali menatap masa depan. Tak menunggu terlalu lama, bulan Maret 2011 mereka resmi menikah.

Selalu Ada yang Baru
Seperti pasangan lain, rumah tangga KD dengan Raul juga tak terhindar dari pertengkaran-pertengkaran kecil. Perbedaan budaya, pekerjaan, dan selisih waktu 2 jam Jakarta-Dili menjadi kerikil bagi hubungan mereka.
“Dalam menjalani long distance relationship, kami harus memegang komitmen untuk saling percaya. Meski begitu, banyaknya perbedaan membuat kami harus belajar menyesuaikan diri tiap hari,” ujar KD. Berprofesi sebagai seorang kontraktor, pengetahuan Raul tentang profesi seorang penyanyi nol besar. Pelan-pelan, KD mulai mengenalkan Raul bagaimana tanggung jawab moral seorang penyanyi.
“Membuat album, mengadakan konser, menuju konser ada pre-production, post production, termasuk bahwa saya harus stand by beberapa jam sebelum tampil, itu semua Raul tidak tahu,” jelas KD.
Dari kebersamaan mereka, Raul mengetahui bahwa KD tak bisa lepas dari dunia musik. Raul pun memberi kepercayaan besar pada KD untuk kembali eksis di dunia hiburan. Untuk itulah, ia ‘legawa’ memutuskan untuk memiliki dua tempat tinggal, di Jakarta dan Dili.
KD pun berusaha memahami pekerjaan Raul sebagai pebisnis. “Ini simbiosis mutualisme yang saling melengkapi,” ujar KD. Menikah dengan pengusaha memberi banyak pelajaran bagi KD tentang bisnis. Salah satunya, dengan tidak menurunkan harga untuk show-nya. Padahal, selama ini KD sering menurunkan harga show karena merasa tak enak hati menolak klien.
“Sebagai artis, kamu punya nama dan nilai jual. Pamor boleh turun, tapi kamu jangan menurunkan nilai jual kamu,” ungkap KD, mengutip kata Raul. Kata-kata Raul mendongkrak rasa percaya dirinya.
Dukungan Raul pada karier bermusik KD juga ditunjukkan dengan membangun perusahaan rekaman, Raya Jaya Kreasindo. Meski begitu, Raul hanya mengizinkan KD untuk menerima pekerjaan maksimal dua hari dalam seminggu. “Itu pun saya harus kasih jadwal jauh-jauh hari ke Raul, agar tidak mengganggu waktu untuk keluarga,” jelasnya.
KD secara terang-terangan sangat mengagumi prinsip hidup yang dipegang Raul untuk memprioritaskan keluarga. KD menjelaskan Raul tipe family man yang sayang anak. Terbukti akan kemampuannya memandikan anak-anak. “Baru tiga bulan ini dia memuji saya sudah luwes merawat Kellen. Dulu mana pernah dia memuji saya,” ujar KD, sambil tersenyum.
Perubahan hidup KD yang signifikan setelah menikah dengan Raul juga dirasakan Yuni. “Beberapa waktu lalu, saya jalan-jalan dengan Yuni ke Singapura. Di sana, ia memegang tangan saya. Yuni bilang, ‘Sekarang telapak tangan kamu tidak lagi berkeringat, kamu sudah tenang, Yan,’” ucap KD, menirukan kata-kata Yuni.
KD mengakui, dulu tangannya selalu berkeringat karena selalu terburu-buru dan tak tenang. “Bahkan, duduk sekadar meletakkan pantat di rumah pun saya tidak pernah. Aurel dan Azriel itu seutuhnya diasuh mama saya,” ucapnya, blakblakan. Ia menyadari tak ingin mengulang kesalahan yang sama di pernikahan keduanya ini.
Kini, KD merasa mampu bernapas lega. Ia berusaha tidak menutup lembaran hidup yang telah berakhir, dan tetap mengambil tiap hal baik untuk disempurnakan di kehidupannya sekarang.
Jika melihat segala hal yang sudah ia punya, satu-satunya keinginan KD saat ini adalah kesehatan dan umur yang panjang. KD merasa Allah sudah memberi kepercayaan dengan titipan Amora dan Kellen. “Saya ingin melihat mereka tumbuh dewasa. Menikmati masa tua tanpa perlu kerja keras lagi,” katanya.
Untuk Amora, KD menaruh harapan agar ia kelak dapat meneruskan jejak langkahnya di dunia musik. Karena itu, sejak Amora kecil, KD sudah mengenalkannya pada musik klasik. Ia ingin ketika besar Amora pandai bermain piano. Sedangkan untuk Kellen, Raul dan KD sepakat akan mendaftarkannya ke Benfica Soccer Academy di Portugal. “Cita-cita, sih, ada, tapi dilihat apakah nanti Kellen minat pada sepak bola atau tidak,” jelasnya, menutup pembicaraan.

Daria Rani Gumulya
Foto: Peter F Momor
Artikel ini dimuat di Femina edisi 37, tahun 2013

Melucuti Pikiran Reza Rahadian

Misinya sebagai aktor hanya satu: mengajak penonton untuk melihat perspektif hidup yang berbeda.

reza rahadian

Foto Reza Rahadian dokumentasi Femina

Kesuksesan film Habibie & Ainun, yang menarik 4 juta penonton dalam waktu 5 pekan setelah dirilis, mengantarkan Reza Rahadian (26) ke puncak popularitas. Kini, ke mana pun ia pergi, sekumpulan fans siap mengejarnya demi untuk berfoto bersama. Tapi ternyata popularitas tak mengubah pribadinya yang sederhana. Ia tetap Reza, aktor berbakat yang mendedikasikan diri sepenuhnya pada seni peran, dunia yang ia cintai.

Mengimbangi Legenda
Mengikuti perkembangan kariernya sebagai aktor, sulit rasanya membayangkan Reza akan menapaki jalan lain selain seni peran. Tapi, pria yang mengidolakan aktor Morgan Freeman ini punya mimpi besar lain di belakang kamera. Berbekal ketajaman mata sineasnya, Reza sempat mencoba menjadi sutradara. Tanpa banyak gembar-gembor, ia mengawali mimpinya ini melalui sebuah film independen (indie) berjudul Sebelah yang dibuat pada tahun 2011.
Tahun ini, Reza mantap untuk membuat film indie baru yang rencananya akan didistribusikan secara komersial di bioskop seluruh Indonesia. “Konsepnya omnibus, kumpulan film pendek yang ada benang merahnya,” jelas pria kelahiran 5 Maret 1987 ini.
Sebagai sutradara, Reza merasakan proses berkarya yang jauh berbeda dari akting, “Saya harus mampu meredam ego. Bagaimana caranya tidak terpancing emosi dan memaksakan kehendak pemain.” ungkap penyuka warna biru ini.
Menurutnya, meredam ego dalam artian bersikap tegas, namun tidak melulu memaksakan kehendak.. “Kadang-kadang ide dari pemain atau orang lain justru lebih kreatif. Kenapa tidak dicoba? Kalau egoistis dan susah menerima ide dari orang lain, mana mungkin hasilnya akan lebih baik?” ungkap salah satu juri Wajah Femina 2012 ini.
Hal terberat sebagai sutradara baginya, bagaimana menjadi leader yang baik, harus sanggup membawa seluruh tim dari berbagai departemen untuk menjalankan tugas sesuai dengan gambaran visual yang ia inginkan.
Meskipun Reza menikmati kesibukan barunya sebagai sutradara, toh, ini tidak berarti ia akan beralih profesi. “Saya masih cinta akting di depan kamera,” ujarnya, sambil tersenyum.
Kecintaannya pada akting terbukti dengan produktivitas karyanya. Baru-baru ini, Reza telah merampungkan film terbarunya, Finding Srimulat, yang rencananya akan dirilis bulan April. Film yang merupakan tribut untuk grup lawak legendaris itu bertujuan untuk mengingat dan membawa Srimulat kembali ke panggung pertunjukan.
Menurut Reza, Srimulat merupakan legenda panggung Indonesia yang sudah hampir dilupakan bangsa sendiri, padahal kontribusi mereka luar biasa pada seni pertunjukan bangsa Indonesia. “Ini merupakan ide mulia dari sutradara dan penulis skenario Charles Gozali. Jadi, tidak ada alasan bagi saya untuk menolak tawaran film ini,” ungkapnya.
Di film ini, Reza berperan sebagai Adika Fajar, seorang yang sedang berkarier di sebuah event organizer. Reza berpasangan dengan Rianti Cartwright, yang memerankan Astrid, istri Adika. Reza menggarisbawahi, tema film ini lebih fokus pada perjuangan Adika menyatukan kembali beberapa personel Srimulat yang masih tersisa. Walau beraliran drama, ia menjamin film ini sarat adegan dan dialog yang bisa mengundang tawa penonton.
“Skenario yang unik dan spontanitas dari personel Srimulat luar biasa, membuat saya harus berusaha keras mengimbangi akting para komedian senior, seperti Mamiek, Tessy, dan Kadir,” tutur Reza.

Kepuasan dari Penonton
Reza mengawali karier di dunia hiburan di usia 17 tahun, saat terpilih menjadi finalis model majalah remaja. Di umur yang sama, ia mencoba berakting di sebuah sinetron. Perlahan namun pasti, Reza terus mengasah bakat aktingnya. Ia pun merambah dunia layar lebar. Sejak tahun 2007 hingga saat ini, ia sudah membintangi 21 judul film, termasuk 6 film di sepanjang tahun 2012.
“Bagi saya, baik FTV, film layar lebar, maupun panggung, semua adalah wadah untuk mengeluarkan ekspresi. Saya tidak mau membatas-batasi wadah tersebut. Lebih baik saya fokus berakting sebaik mungkin,” ungkap Aktor Terbaik Piala Citra tahun 2010 ini.
Sudah lama berkecimpung di dunia film, ternyata ia tak begitu saja menemukan passion-nya. Ia mengaku baru menetapkan fokusnya di seni peran ketika ia berakting di film Perempuan Berkalung Sorban (2009). Di film inilah ia pertama kali meraih penghargaan FFI sebagai Pendukung Pria Terbaik. “Itu titik balik saya, saat di mana saya menyadari bahwa saya sangat mencintai pekerjaan ini,” ujar Reza, yang sering menikmati me time di coffee shop.
Banyaknya penghargaan dan pujian juga tak membuatnya puas diri. Baginya, kepuasan berakting didapat ketika peran yang ia bawakan berdampak dan menyentuh hati penonton. “Bisa jadi peran itu sebuah refleksi hidup mereka (penonton),” ungkapnya. Sebuah film ia nilai berhasil ketika dapat mengubah pola pandang seseorang.
Seperti pengalamannya setelah bermain dalam film Testpack, You’re My Baby. Film tersebut bercerita tentang pasangan yang susah mempunyai anak. Pesan di film ini kuat, bahwa tujuan menikah bukan semata-mata untuk mempunyai anak. “Ada seorang bapak yang mengirim e-mail kepada saya, pandangannya berubah setelah menonton film Testpack. Ini sungguh lebih berharga dari piala apa pun. Dia satu dari ribuan penonton yang jujur, tidak memiliki tendensi apa pun,” ujar Reza, terharu.
Sambil menikmati makan siangnya, Reza mengatakan, seperti pekerjaan lain, akting perlu kerja keras, tidak bisa hanya dijalani setengah hati. Menghafal dialog hanya sebagian kecil dari tantangan profesinya. “Seni peran bukan hanya soal mengucapkan dialog, tapi bagaimana akhirnya memahami dan mengerti betul apa yang akan disampaikan,” katanya.
Mencoba berpikir dari sudut pandang orang lain, belajar hal-hal yang sama sekali tidak ia kuasai –seperti belajar bahasa Jerman 300 halaman dalam tempo 4 hari untuk film Habibie & Ainun– adalah tantangan yang menyenangkan buat Reza. “Ketika mendapatkan sebuah peran, artinya tiap hari selama beberapa bulan mendatang saya akan terus memikirkan bagaimana membawakan karakter itu dengan baik,” ujarnya.
Sebagai aktor, Reza selalu menyempatkan diri menonton film-film asing. Tapi, hanya sekadar untuk menonton saja, bukan untuk menambah ilmu. Ia sengaja menghindari belajar lakon dari karakter film yang ia tonton. “Melihat dan mengagumi iya, tapi tidak boleh lupa, Indonesia atau Asia memiliki karakter tersendiri. Tidak bisa disamakan dengan Hollywood atau perfilman Eropa,” jelasnya.
Reza justru belajar akting dari membaca buku psikologi umum. Ia juga gemar ‘membaca’ orang, mengamati cara seseorang bersikap dan menanggapi sesuatu. Menurut Reza, hal-hal tersebut justru berguna untuk mengasah kepekaannya memahami karakter manusia.
Di akhir pembicaraan, Reza menyinggung perkembangan film Indonesia yang, meski mulai menurun secara kuantitas, meningkat secara kualitas. Tetapi, ia optimistis film-film baru kaya akan tema yang lebih beragam. “Makin banyak orang yang memproduksi film berkualitas tanpa memikirkan akan laku atau tidak. Sekarang, kembali ke penontonnya, mau menonton dan mengapresiasi film Indonesia atau tidak?” tantang Reza.

Daria Rani Gumulya

Artikel ini pernah dimuat di Femina, April 2013.

Dominique-Marshall, Cinta Bersemi di Catwalk

Latar belakang dunia modeling menjadi penyatu bagi pasangan ini.

Melewati masa pacaran dalam rentang waktu dua tahun, Marshall Sastra (28) dan Dominique Diyose (26) berani untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Tak dapat dipungkiri, kesamaan pandangan dan gaya hidup membuat mereka tak sulit beradaptasi setelah menikah.

domi1

Pernikahan Impian
Happiness is being married to your best friend. Sepertinya ungkapan itu paling pas untuk menggambarkan cinta Dominique dan Marshall. Belasan panggung fashion show pernah mereka lalui bersama. Seiring waktu, pertemanan tumbuh menjadi benih-benih kasih dan menggiring mereka ke pintu gerbang bernama pernikahan. Bagi mereka, cinta datang dengan sangat sederhana.
“Setelah menikah perasaan lebih lega, karena melewati satu step kehidupan untuk menjadi orang yang baru,” ujar Domi, begitu ia biasa dipanggil. Dengan menikah, ia justru lebih mudah berdiskusi dengan pasangan untuk lebih fokus dalam pekerjaan dan cita-cita masing-masing.
Bagi pasangan muda ini, menikah adalah proses belajar setiap hari, memahami pasangan dan berusaha menurunkan ego masing-masing. “Karena sekarang sudah jadi satu keluarga, jadi setiap ada perbedaan pendapat, selalu mengambil jalan tengah untuk suatu keputusan,” jelas wanita yang berakting di film Berbagi Suami ini.
Mereka bertemu 2,5 tahun yang lalu, dalam sebuah fashion show di suatu mal. Bagi Domi, tak ada yang istimewa yang ia lihat dari Marshall. Tak dapat dipungkiri, kedekatan mereka terjalin berkat andil Didiet Maulana, desainer tenun ikat. Didiet memang selalu ‘memakai’ Domi dan Marshall di tiap show-nya.
“Suatu kali, ketika Mas Didiet mengajak saya makan siang bareng. Ternyata dia juga sengaja mengundang Marshall juga,” ujar Domi, tersenyum. Sejak itulah, mereka intens berteman. Beberapa kali selepas fashion show, keduanya menghabiskan waktu dengan ngobrol di kafe atau menonton bioskop. Marshall diam-diam jatuh hati pada Domi. Ia pun memberanikan diri menyatakan cintanya kepada Domi.
“Saya tidak sadar selama ini dia melakukan pendekatan. Karena chemistry kami nyambung, ya sudah jalani saja,” ujar Domi, tersenyum tersipu malu. Selang beberapa bulan berpacaran, Marshall mengaku ingin untuk serius membangun rumah tangga bersama Domi. Ia masih ingat persis, saat itu malam tahun baru 2013. Jakarta hujan, jalanan macet karena semua orang merayakan malam tahun baru.
“Saya menjemput Domi di bandara, dia baru pulang dari show di luar kota. Di dalam mobil, saya berencana untuk melamarnya. Ketika sampai di rumah, saya mengutarakan niat saya untuk menikah dengannya,” ujar Marshall, bahagia.
Dewi fortuna menyertai Marshall, Domi ternyata menerima lamarannya. Bagi Domi, Marshall adalah pria yang tepat untuknya. “Dia persisten, gigih dan bertanggungjawab. Sifat itulah yang membuat saya tertarik padanya,” ujar Domi, jujur.
Sedangkan bagi Marshall, Domi adalah wanita yang selalu ceria, fun, dan bersemangat. “Bersamanya membuat saya nyaman,” ungkap pria dengan tinggi badan 185 ini.
Setelah lamaran ‘tidak resmi’ tersebut, baru di bulan Agustus 2013, mereka menyelenggarakan pertunangan resmi yang melibatkan keluarga masing-masing. Tepat setahun setelah proses lamaran mereka, 16 Agustus 2014, Domi dan Marshall mengikat janji suci di altar Gereja Katedral, Jakarta.
Gereja Katedral minggu pagi itu dipenuhi bunga-bunga berwarna putih di sepanjang jalan menuju altar. Domi mengatakan pernikahan di Katedral adalah impiannya sejak kecil. Untuk dapat melangsungkan pernikahan di sana, ia bahkan rela menunggu antrean beberapa bulan.
“Padahal sudah mencari alternatif gereja lain, namun Domi tetap ingin di sana, jadi yang awalnya ingin menikah bulan Maret jadi Agustus,” ungkap Marshaal yang berdarah Jawa-Manado ini. “Saya ingin pernikahan yang sakral. Dan mimpi saya terwujud” ujar Domi yang keturunan Tionghoa-Jepang ini.
Setelah upacara di gereja, kedua pengantin ini memang tidak menyelenggarakan resepsi. Mereka hanya mengundang keluarga dan beberapa sahabat dekat untuk perjamuan makan malam di sebuah restoran di Jakarta. “Semua yang mengurus Domi. Tanpa resepsi juga keinginannya. Kesederhaan inilah yang saya sukai darinya,” puji Marshal kepada istrinya.

domini3

Saling Memberi Pengaruh
Jika pasangan pengantin baru umumnya pergi bulan madu, kedua pasangan ini mengaku belum sempat untuk pergi bersama setelah beberapa bulan menikah. “Saya masih terikat syuting di Entertainment News di Net TV, beberapa proyek FTV, dan juga berbagai fashion show yang menguras energi,” ujar Domi.
“Karena kesibukan kami, terpaksa honeymoon diundur dulu. Mungkin tahun ini bisa honeymoon,” jelas Marshall yang baru saja liburan ke Bali bersama Domi di bulan Januari lalu.
Mereka saat ini baru menyusun rencana untuk honeymoon ke salah satu negara eksotis di Asia, Nepal. Menurut Marshall, ia dan Domi memiliki kesamaan menyukai daerah yang unik dan adventure experience daripada wisata keliling kota besar seperti di negara-negar Eropa. “Kami suka yang berbau alam, seperti gunung dan pantai, sudah bosan melihat gedung-gedung di Jakarta,” ujar Domi menimpali.
Diakui Domi, setelah menikah, setiap hari mereka berdua menemukan cara pandang yang hampir mirip, seperti keduanya menggangap traveling adalah modal untuk membangun hubungan yang lebih intim.
Hampir enam bulan setelah menikah, Domi menilai suaminya yang sifatnya cuek kini lebih care padanya. “Meski mandiri, namun saya tetap butuh kasih sayang. Yang saya inginkan dari Marshall sih, sesekali dia memberi surprise,” ujar Domi, blak-blakan, yang langsung disambut senyum oleh Marshall.
Menikah memang membawa pengaruh positif bagi Domi, terutama karena Marshall menularinya virus untuk hobi olahraga. “Dia mengenalkan saya pada olahraga TRX dan pilates. Ternyata, saya cocok dengan kedua olahraga tersebut,” ujar Domi dengan wajah berbinar.
Beberapa bulan sebelum menikah, Domi pernah menderita sakit lambung dan divonis dokter kurang gizi karena pola makan berantakan dengan sering mengabaikan sarapan dan makan malam. Setelah makan teratur dan berolahraga 3 kali seminggu, Domi merasa tubuhnya lebih fit dan tidak gampang lemas.
Kini, justru Domi yang lebih aktif berlatih TRX dibandingkan suaminya. “Satu hal yang paling untuk mulai olahraga adalah mengalahkan rasa malas,” ungkap Domi, gembira.
Dengan kesibukan masing-masing, Marshall yang mengurus bisnis interior design dan Domi yang syuting, mereka mengaku lebih banyak menghabiskan waktu luang di rumah. “Kalau dulu sering nonton di bioskop, sekarang memilih menonton film dari DVD,” ujar Domi.
Tidak seperti pasangan lain yang segera ingin memperoleh momongan, mereka berdua justru mengaku sengaja menunda untuk setahun ke depan. “Kami ingin merencanakan kehadiran anak. Menyiapkan tak hanya materi namun yang terpenting adalah mental kami,” jelas Marshall.

Daria Rani Gumulya/Foto:Kiriman

Artikel ini pernah dimuat di Femina no 7, Februari 2015